Menghormati Pendapat Haram Hormat Bendera, Upacara Bendera dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Akhir-akhir ini kita banyak mendengar kritikan-kritikan pedas bahkan celaan-celaan yang keras terhadap pihak-pihak yang tidak mau hormat bendera, upacara bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Sangat disayangkan hal itu terjadi, karena yang mereka lakukan belum tentu bertentangan dengan ajaran agama, bahkan bisa jadi hal itulah yang sesuai dengan ajaran agama.
Justru perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari agama hampir tidak pernah terdengar adanya kritikan dan celaan, seperti banyaknya para peziarah kubur wali songo dan kuburan-kuburan “keramat” yang melakukan dosa terbesar dan tidak terampuni (jika tidak bertaubat sebelum mati), yaitu dosa syirik kepada Allah Ta’ala dengan mempersekutukan-Nya dalam ibadah doa. Mereka berdoa, memohon terkabulnya hajat-hajat mereka kepada wali songo.
Demikian pula banyaknya orang yang meninggalkan sholat, berbagai macam kebid’ahan dan kemungkaran tersebar di lembaga-lembaga formal maupun di masyarakat, namun semua itu seakan bukan sebuah masalah, sehingga tidak perlu dipermasalahkan.
Padahal, semua kemungkaran-kemungkaran itulah yang menyebabkan berbagai macam musibah menimpa suatu negeri. Allah Jalla wa ‘Ala telah memperingatkan:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [Asy-Syuro: 30]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat di atas, “Musibah apapun yang menimpa kalian wahai manusia, penyebabnya tidak lain karena dosa-dosa yang kalian kerjakan.”[1]
Pembaca yang budiman, catatan ringkas berikut ini insya Allah Ta’ala mencoba memaparkan alasan-alasan ilmiah pihak-pihak yang mengharamkan hormat bendera, upacara bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Harapan kami, pihak-pihak yang tidak setuju dengan perndapat tersebut dapat berlapang dada menerima perbedaan dan belajar menghormati pendapat orang lain, dan selanjutnya meninggalkan pendapatnya yang salah.
Karena seluruh dunia akan menertawakan, seandainya sebuah radio yang menyiarkan ceramah-ceramah agama demi memperbaiki masyarakat, atau sekolah yang dibangun susah payah sebagai lembaga pendidikan anak-anak bangsa, ditutup hanya gara-gara mempertahankan pendapat yang mereka yakini. Sebaliknya, media-media perusak masyarakat dengan menyebarkan syrik, gambar-gambar wanita telanjang dan berita-berita perselingkuhan malah dibiarkan, sedangkan sekolah-sekolah yang belum mampu mendidik dengan keteladanan malah tidak mendapatkan pembinaan.
Terlebih, jika pendapat haram yang mereka yakini didasarkan pada keyakinan agama yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bimbingan ulama, bukankah negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk menjalankan ajaran agamanya?! Ataukah saat ini, ajaran agama harus disesuaikan dengan kemauan manusia, jika mereka setuju boleh dijalankan, jika tidak maka tidak boleh?!